Rabu, 21 Juli 2010

minyak atsiri dari temulawak

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
PEMBUATAN MINYAK ATSIRI DARI TEMULAWAK


Hasil Percobaan dan Perhitungan
Hasil Percobaan
 Hasil Percobaan Tahap Penyulingan
• Kondisi Operasi : Waktu = 4 jam (1 x percobaan)
Suhu = 100oC
• Berat Bahan Baku : 3000 gr
• Minyak + air yang dihasilkan : 4000 ml

 Hasil Percobaan Tahap Ekstraksi
• Kondisi Operasi : Waktu = 1 jam (1 x percobaan)
• N-Hexane yang digunakan : 400 ml
• Minyak + N-Hexane : 600 ml (1 x percobaan)

 Hasil Percobaan Tahap Distilasi
• Kondisi Operasi : Waktu = 2 jam
Suhu = 64,8 – 70oC
• Minyak yang Dihasilkan : 2,4 ml

IV.1.2 Hasil Perhitungan
No. Karakteristik yang dianalisa Hasil Percobaan Standar Baku Mutu
1. Densitas 0,7196 - 0,9175
2. Rendemen 1,33 - 1,33
3. Indeks Bias, 25oC - 1,5054
4. Putaran Optik - -11o60’
5. Bilangan Asam - 2 - 5

Pembahasan
Tujuan percobaan minyak atsiri ini adalah untuk memahami gambaran umum tentang minyak atsiri, untuk mengetahui kegunaan dari minyak atsiri temulawak, untuk mengetahui proses pengambilan minyak atsiri dari temulawak, untuk mengetahui kualitas minyak atsiri dari temulawak sesuai standar baku mutu minyak atsiri.
Pembuatan minyak atsiri dari temulawak ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap persiapan bahan baku dan tahap proses pembuatan minyak. Pada tahap persiapan bahan baku, langkah pertama yaitu mencuci rimpang temulawak hingga bersih. Rimpang dipotong tipis dengan ketebalan 3 mm, rimpang terlebih dahulu dipotong untuk memperkecil ukuran bahan sehingga ruang kosong yang terdapat pada ketel suling saat bahan disusun menjadi semakin sedikit. Kemudian mengeringkan potongan rimpang hingga tersisa didalamnya 10-15% dengan bantuan sinar matahari langsung atau dengan pengovenan bertujuan agar proses pembuatan minyak asiri menjadi lebih cepat dan memperbaiki mutu minyak.
(Rochim, Armando. 2009)
Pada tahap proses pembuatan minyak, metode yang cocok digunakan adalah penyulingan dengan uap langsung (steam distillation), karena temulawak termasuk bahan baku yang keras. Tekanan uap dan suhu yang tinggi akan melunakkan bahan baku dan menguapkan komponen asiri yang terkandung di dalamnya. Proses penyulingan ini beroperasi pada tekanan atmosfir dengan temperatur 100oC karena suhu tersebut merupakan titik didih air. Langkah pertama yaitu memasukkan air kedalam ketel suling dengan batas yang diinginkan (mendekati sarangan), fungsi digunakannya ketel pada proses ini yaitu untuk merebus air sebagai bahan pembentuk uap. Setelah itu, memasukkan bahan kedalam ketel suling. Mengecek peralatan penyulingan seperti, lubang inlet maupun outlet telah tertutup rapat, dan air yang tersedia di dalam kondensor, fungsi penggunaan kondensor yaitu sebagai media yang digunakan sebagai tempat untuk mendinginkan uap air dan minyak atsiri yang dihasilkan. Kemudian menyalakan api dengan suhu dan tekanan yang diinginkan. Menampung minyak dengan menggunakan beaker glass dengan suhu wadah penampung 20-250C untuk menghindari penguapan. Hasil yang ditampung merupakan campuran minyak dan air.
(Rochim, Armando. 2009)
Untuk memudahkan mendapatkan minyak dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan corong pemisah. Campuran minyak dan air hasil penyulingan ditambahkan dengan pelarut n-hexane yang bertujuan agar minyak yang tadinya masih bercampur dengan air dapat terpisah, minyak terserap dalam solvent sehingga terbentuk 2 fase,
campuran minyak dan pelarut serta air. Alasan penggunaan pelarut n-hexane yaitu n-hexane merupakan pelarut bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak temulawak, memiliki titik didih cukup rendah sehingga dapat diuapkan pada saat suhu rendah, dapat melarutkan semua zat wangi dengan cepat dan sempurna, harganya tidak terlalu mahal dan mudah diperoleh. (www.martasiano.blogspot.com)
Campuran minyak dalam n-hexane dipisahkan dengan cara distilasi pada suhu 64,8 – 70oC. Selama proses distilasi ini suhu dijaga agar tidak lebih dari 80oC karena minyak akan menguap pada suhu >80oC. Destilasi merupakan pemisahan komponen-komponen dalam satu larutan berdasarkan distribusi substansi-substansi pada fase gas dan fase cair dengan menggunakan perbedaan volatilitas dari komponen-komponennya yang cukup besar. Pada proses ini minyak atsiri temulawak terpisah dari n-hexane sehingga diperoleh minyak atsiri murni.
(www.che.itb.ac.id)
 Rendemen minyak
Rendemen merupakan perbandingan jumlah (kuantitas) minyak yang dihasilkan dari minyak yang dihasilkan dari ekstraksi tanaman aromatik. Adapun satuan yang digunakan adalah persen (%). Semakin tinggi nilai rendemen menunjukkan bahwa minyak atsiri yang dihasilkan semakin baik.
(Armando Rochim, 2009)
Berdasarkan literatur rendemen minyak atsiri temulawak sebesar 6,8-8%, namun pada hasil percobaan rendemen minyak atsiri yang dihasilkan pada proses penyulingan selama 4 jam sebesar 1,33%. Hal ini tidak sesuai dengan literatur dalam penelitian sebelumnya disebutkan bahwa hal – hal yang mempengaruhi ketidaksesuaian jumlah rendemen yang dihasilkan dapat disebabkan karena faktor ukuran bahan dan lama penyulingan yang berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak. Dimana ukuran bahan yang semakin kecil dan penyulingan yang semakin lama menghasilkan rendemen yang semakin tinggi.
(Armando Rochim, 2009)

 Berat Jenis (Densitas)
Bobot jenis minyak dipengaruhi oleh ukuran bahan dan lama penyulingan. Bahan berukuran kecil menghasilkan bobot jenis minyak semakin besar, nilai densitas minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya. Semakin tinggi kadar fraksi berat maka bobot jenis semakin tinggi. Berdasarkan literatur densitas minyak temulawak sebesar 0,9145 namun pada percobaan yang telah dilakukan nilai densitas minyak yang dihasilkan sebesar 0,7196. Hal ini tidak sesuai dengan literatur karena disebabkan faktor ukuran bahan dan lama penyulingan yang berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak. Dimana ukuran bahan yang semakin kecil dan penyulingan yang semakin lama menghasilkan rendemen yang semakin tinggi dan mutu temulawak yang digunakan pada saat percobaan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidaksesuain ini diantaranya adalah kemurnian minyak yang rendah oleh adanya campuran bahan tertentu, alat atau prosedur pengujian yang kurang standar.
(Ma’mun, 2006)



 Sifat kelarutan dalam alkohol
Prinsip dari uji ini adalah sampel dilarutkan dalam larutan alkohol dengan perbandingan tertentu, kemudian diamati hasil yang dihasilkan dari pencampuran larutan tersebut dalam tabung reaksi. Tujuan dari penentuan sifat kelarutan ini adalah untuk mengetahui sebesar mana tingkat kemurnian sampel minyak berdasarkan kelarutannya dalam alkohol.
(Armando Rochim, 2009)
Berdasarkan literatur terkait minyak atsiri dalam hal ini minyak temulawa, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab berubahnya kelarutan minyak, diantaranya adalah kecepatan dan daya larut minyak, adanya penambahan bahan-bahan lain selain minyak atsiri, lama dan umur penyimpanan, proses polimerisasi, kondisi penyimpanan yang kurang baik, cahaya, udara, dan kadar air sampel. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebaiknya produsen atan peneliti melakukan prosedur penyulingan dan penyimpanan yang benar dan selalu menjaga kemurnian minyak demi mencapai kualitas standar sesuai yang diinginkan.
(Armando Rochim, 2009)
Ada beberapa faktor penyebab diantaranya kecepatan dan daya larut minyak, adanya penambahan bahan-bahan lain selain minyak atsiri, lama dan umur penyimpanan, proses polimerisasi, kondisi penyimpanan yang kurang baik, cahaya, udara, dan kadar air sampel yang masih terlalu tinggi.
(Armando Rochim, 2009)
Berbeda dengan sifat fisika lainnya, kelarutan suatu minyak dalam alkohol memberikan gambaran apakah suatu minyak mudah larut atau tidak. Semakin mudah larut suatu minyak dalam alkohol, minyak tersebut semakin banyak mengandung senyawa-senyawa polar. Senyawa polar pada umumnya mempunyai nilai dan banyak digunakan dalam pembuatan formula-formula obat maupun parfum.
(Ma’mun, 2006)

 Putaran optik
Sifat optik minyak atsiri ditentukan dengan menggunakan alat polarimeter. Nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi, sebagian besar minyak atsiri memiliki sifat memutar bidang terpolarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary) jika ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan. Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri.
(Armando Rochim, 2009)
Prosedur analisa putaran optik pada minyak temulawak yakni, 10 cc minyak temulawak dimasukkan ke dalam tabung polarimeter dan diukur putaran optiknya pada alat polarimeter. Bila suatu media transparan dilewati cahaya terpolarisasi, maka cahaya tersebut akan mengalami pemutaran oleh struktur molekul dari bahan tersebut. Arah serta besarnya putaran tersebut sangat spesifik bagi setiap zat. Senyawa terpinil asetat bersifat putar kanan (+) sedangkan sineol memutar kekiri (−).
(Ma’mun, 2006)
Besarnya putaran optik tergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa, panjang jalan yang ditempuh sinar melalui senyawa tersebut dan suhu pengukuran (Guenther, 1948). Besar putaran optik minyak merupakan gabungan nilai putaran optik senyawa penyusunnya. Penyulingan bahan berukuran kecil akan menghasilkan minyak yang komponen senyawa penyusunnya lebih banyak (lengkap) dibanding dengan bahan ukuran besar, sehingga putaran optik yang terukur adalah putaran optik dari gabungan (interaksi) senyawa-senyawa yang biasanya lebih kecil dibanding putaran optik gabungan senyawa yang kurang lengkap (sedikit) yang dihasilkan bahan berukuran besar.
(Armando Rochim, 2009)
Berdasarkan literatur yang telah didapatkan diketahui bahwa nilai putaran optik minyak atsiri temulawak sebesar -11060. Namun, dalam percobaan putaran optik tidak dianalisis pada percobaan ini diakibatkan karena volume minyak yang dihasilkan sangat sedikit sehingga sangat sulit untuk melakukan analisa putaran optik hal ini disebabkan karena rendemen yang dihasilkan sangat sedikit yang diakibatkan karena karena faktor ukuran bahan dan lama penyulingan yang berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak. Dimana ukuran bahan yang semakin kecil dan penyulingan yang semakin lama menghasilkan rendemen yang semakin tinggi dan kurangnya ketersediaan alat pada laboratorium.
(Armando Rochim, 2009)

 Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya di dalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen – komponen yang tersusun dalam minyak atsir yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks bias juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, semakin kecil nilai indeks biasnya. Hal ini karena sifat air yang mudah membiaskan cahaya yang datang. Jadi, minyak atsiri dengan nilai indeks bias lebih besar lebih bagus dibanding minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil.
(Armando Rochim, 2009)
Berdasarkan literatur yang telah didapatkan diketahui bahwa nilai indeks bias minyak atsiri temulawak pada suhu 250C sebesar 1,5010. Namun, dalam percobaan indeks bias tidak dianalisis diakibatkan karena volume minyak yang dihasilkan sangat sedikit sehingga sangat sulit untuk melakukan analisa indeks bias hal ini disebabkan karena rendemen yang dihasilkan sangat sedikit yang diakibatkan karena karena faktor ukuran bahan dan lama penyulingan yang berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak. Dimana ukuran bahan yang semakin kecil dan penyulingan yang semakin lama menghasilkan rendemen yang semakin tinggi.
(Armando Rochim, 2009)

 Angka Asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak.
(S.Ketaren.,1986,hal 45)



Keterangan : A = jumlah volume KOH untuk titrasi (ml)
N = normalitas larutan KOH 0,1 N
G = bobot contoh (gram)
56,1 = bobot molekul KOH
(S.Ketaren.,1986,hal 45)
Semakin kecil kandungan asam dalam suatu minyak, semakin baik. Asam tidak dikehendaki dalam minyak atsiri, karena asam sangat mudah berubah oleh reaksi oksidasi dari udara dan menyebabkan suatu minyak berubah aromanya.
Prosedur analisa bilangan asam pada minyak atsiri temulawak yakni: Ke dalam 1,5-2,5 g minyak ditambahkan 10 ml alkohol netral serta beberapa tetes indikator pp, kemudian dititar dengan KOH 0,1 N hingga berwarna merah muda.
Tujuan menganalisa bilangan asam adalah untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak. Tingkat bilangan asam yang terdapat dalam suatu minyak ataupun lemak mempengaruhi baik tidaknya mutu minyak atau lemak tersebut. Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuan analisa. Penentuan kuantitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam bahan makanan atau bahan pertanian. Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses esterifikasinya, atau ada pemurnian lanjutan, misalnya penjernihan (refining), penghilangan bau (deodorizing), penghilangan warna (bleaching). Penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat erat kaitannya dengan daya tahannya selama penyimpanan, sifat gorengnya, baunya maupun rasanya. Tolak ukur kualitas ini adalah angka asam lemak bebasnya, angka peroksida, tingkat ketengikan dan kadar air. Penentuan sifat fisika maupun kimia yang khas ataupun mencirikan sifat minyak tertentu. Data ini dapat diperoleh dari angka iodinenya, angka Reichert-Meissel, angka polenske, angka penyabunan, indeks refraksi titik cair, angka kekentalan, titik percik, komposisi asam-asam lemak, dan sebagainya.
(http//:www.sni lemak dan minyak.com)
Tujuan penambahan alkohol dalam analisa penetapan angka asam ini yakni untuk melarutkan lemak atau minyak yang terdapat dalam minyak atsiri temulawak (sampel) tersebut, pada literatur disebutkan bahwa penambahan alkohol netral 96 % dimaksudkan untuk melarutkan minyak atau lemak karena minyak/lemak sedikit larut dalam alkohol, terutama minyak dengan berat molekul rendah. Selain itu, alkohol digunakan karena lemak yang sukar disabunkan memerlukan pelarut alkohol yang mempunyai berat molekul tinggi dengan atau tanpa menggunakan pelarut hidrokarbon untuk menaikkan suhu.
(S.Ketaren,1986,hal 44 - 47 )
Setelah larutan sampel telah dicampur dengan alkohol dan mencapai pH 7, larutan sampel dipanaskan sampai mendidih. Karena apabila minyak dan lemak dipanaskan dapat dilakukan penetapan titik asap, titik nyala dan titik api titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pamanasan tersebut. Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus-menerus, sampai habisnya contoh uji. Tujuan dipanaskan adalah untuk membentuk larutan yang sempurna, selain itu untuk menghilangkan CO2 dan mempercepat reaksi.
(S. Ketaren, 1986, halaman 58 - 75).
Salah satu tujuan pemanasan adalah untuk mencapai titik kekeruhan karena seperti diketahui bahwa minyak atau lemak memiliki kelarutan yang terbatas. Sehingga campuran ini dipanaskan sampai terbentuk larutan yang sempurna. (S.,Ketaren.,1986, hal 26). Titik keruh ditentukan dengan cara memanaskan minyak dan ditambah pelarut sampai terlarut sempurna, kemudian didinginkan. Pada suhu tertentu, campuran mulai terpisah dan akan terjadi kekeruhan suhu itu disebut titik keruh. Pelarut yang biasa digunakan adalah asam asetat glacial, metil alkohol, dan campuran alcohol 92% dengan amil alkohol 92%. Titik keruh ini tergantung dari adanya asam lemak bebas. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas.
Setelah dipanaskan larutan campuran tersebut didinginkan agar minyak atau lemak dengan pelarutnya mulai terpisah dan mulai menjadi keruh, temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan dikenal sebagai titik kekeruhan(turbidity point).
(S.,Ketaren.,1986, hal 27)
Tujuan penambahan indikator PP karena bahan yang sensitif terhadap panas dan proses oksidasi dapat ditentukan dengan penyabunan dingin. Larutan minyak yang berwarna gelap dapat dititar dengan menggunakan indkator PP atau indikator lain,tergantung dari warna larutan yang diuji.
(S.Ketaren,1986,hal 47)
Bahan yang sensitif terhadap panas dan proses oksidasi dapat ditentukan dengan penyabunan dingin. Larutan minyak yang berwarna gelap dapat dititar dengan menggunakan indkator PP atau indikator lain,tergantung dari warna larutan yang diuji. Dalam percobaan ini pada contoh minyak atau lemak ditambahkan dengan alkohol 96 persen, dan indikator phenolphthalein 1 persen. Dalam literatur disebutkan bahwa lemak yang sukar disabunkan memerlukan pelarut alkohol yang mempunyai berat molekul tinggi dengan atau tanpa menggunakan pelarut hidrokarbon untuk menaikkan suhu. Larutan minyak yang berwarna gelap dapat di dititrasi dengan menggunakan indikator PP atau indikator yang lain yang tergantung dari pada warna larutan yang diuji.
(S. Ketaren,1986,hal 47 )
Pada saat titrasi menggunakan NaOH (basa kuat) karena dapat menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak.. Menggunakan KOH untuk membedakan komponen-komponen fraksi lipida, karena minyak/lemak makan, malam, dan fosfolipida dapat disabunkan dengan menggunakan KOH, sedangkan sterol. Hidrokarbon, dan pigmen adalah fraksi yang tidak tersabunkan.
Pada titrasi sampel menggunakan basa kuat (KOH), karena dalam proses hidrolisis asam, sistem reaksi bolak-balik (reversible) dapat terjadi pada setiap saat tahap reaksi dan mencapai keseimbangan dan kesempurnaan. Oleh karena itu digunakan basa kuat seperti (KOH) agar pada proses penyabunan, mampu menghidrolisis ikatan ester pada trigliserida sederhana maupun trigliserida campuran. Karena ikatan ester dapat mengalami hidrolisis dalam suasana asam atau basa. Reaksi hidrolisis oleh asam bersifat bolak-balik(irreversible). Hidrolisis oleh basa tidak bersifat bolak-balik (reversible). Apabila menggunakan asam maka pada tahap reaksi akhir, larutan tidak dapat bereaksi langsung dengan alkohol
(S, Ketaren, 1986, hal.9)